Senin, 18 Agustus 2008

Babad Tanah Jawi

Babad tanah Jawi, entah kenapa buku yang dulunya saya sepelekan (tiada guna membacanya) akhirnya kebeli juga. Kalau melihat dari ulasannya (dari berbagai sumber) salah satu isinya menarik juga, intinya raja-raja Jawa dahulu kala memakai sarana silsilah keluarganya untuk memperkuat legitimasi kekuasaanya. Terus terang saya sama sekali belum membaca buku ini, tapi sudah kebelet dipamerkan di blog (walaupun saya tak yakin bisa selesai membacanya).

Sekilas yang saya lihat dari buku Babad Tanah Jawi penulis Dr Purwadi dan Kazunori, buku ini berkisah dari hubungan nabi Adam dengan Raja jawa, dikaitkan dengan cerita-cerita Hindu sampai kisah Jaka Tingkir. Nah itulah yang membuat saya tertarik untuk membacanya. Bosan dengan filosofi-filosofi barat yang terlalu modern dan blak-blakan, Babad Tanah Jawi dibumbui kiasan-kiasan dan tafsiran yang pastinya akan menimbulkan berbagai kesimpulan cocok buat bacaan sebelum tidur.

Sejarah Sebagai Investasi Bagi Keutuhan dan Kemajuan Suatu Bangsa

Bertepatan dengan tanggal 17 Agustus yang masih hangat-hangatnya kita peringati, saya tergugah menyempatkan diri untuk mengulas artikel yang ditulis Mohammad Nanda Widyarta yang berjudul Sejarah Tanpa Waktu dan Cagar Budaya Yang Hidup dalam Majalah Indonesia Design Vol.4 No.20. Disitu tertulis berkisar tentang peran sejarah bagi kehidupan masyarakat. Memang tidak diceritakan secara langsung bagaimana sejarah dapat mempertahankan keutuhan suatu bangsa, tapi menurut hemat saya kecenderungannya memang kearah situ. Dan ulasan artikelnya sebagai berikut:

Sejarah
Sejarah belum tentu berarti cerita tentang masa lalu, bahkan sejarah dapat juga terlepas dari batasan waktu. Kadang sejarah dapat berbicara tentang masa depan (sekalipun secara tersirat). Ini terjadi pada kasus-kasus sejarah eskatologis. Sejarah eskatologis dapat ditemui pada kitab-kitab suci agama samawi ( Islam, Kristen, dan Yahudi). Sejarah eskatologis juga ditemui pada sejarah-sejarah yang diproduksi para kaum nasionalis , dan juga kaum hegelian (yang salah satunya adalah Karl Marx).
Berbicara sejarah tidak akan terlepas dari apa yang dinamakan memori. Memori adalah subjek penting dalam pembicaraan tentang sejarah. Menurut Bergson (Seorang pakar yang asing bagi saya dan tidak dijelaskan pada artikel) : pada saat kita akan melakukan atau menilai sesuatu, kita melihat pada yang ada dimemori kita. Lalu seperti saat kita memfokuskan pada satu episode dalam memori kita yang kita rasa relevan dengan apa yang hendak lakukan.

Peran Manivestasi Sejarah Pada Bangsa
Manivestasi Sejarah (cagar budaya, pengalaman masa lalu, dll) seringkali disalah kaprahkan menjadi alat bernostalgia. Manivestasi digunakan sebagai tempat berkeluh kesah berkeluh kesah pengalaman pahit masa lalu atau dijadikan sebuah ideologi yang dapat berpotensi merusak (Ingat Adolf Hitler dengan bangsa Aryanya?). Manivestasi sejarah seharusnya digunakan untuk mengilhami sebuah masyarakat untuk tetap menjadi (to keep becoming) agar tetap bersatu.

Nah, dari artikel di atas kita dapat menarik benang merahnya, bahwa Sejarah seharusnya digunakan sebagai memori yang dapat digunakan untuk memecahkan permasalahan bangsa yang terjadi saat ini (baca juga: Refleksi Masa Lalu Indonesia di Masa Kolonial). Sejarah merupakan manivestasi pengilhaman masyarakat agar tetap utuh dan menjauhkan anggapan bahwa masyarakat disekitar saya tidak berarti apa-apa bagi saya (apatis terhadap lingkungan).
Sejarah bukannya sesuatu yang selalu”dimuseumkan” atau dikenang sebagai pelipur lara dan penderitaan batin. Mempelajari sejarah berarti kita berinvestasi untuk kemajuan dan keutuhan bangsa.


Gama TW