Jumat, 30 Mei 2008
KEBIJAKSANAAN PEMERINTAH BERASAL DARI KEBIASAAN –KEBIASAAN APARATUR NEGARANYA
Pemerintah dengan segala kebijakan dan pemutusan pemecahan masalah untuk masyarakat sekarang tidak akan bijaksana selama kegiatan internal para petingginya belum bijaksana. Di sini saya coba membandingkan antara mahasiswa arsitek dan orang-orang pemerintahan. Mahasiswa arsitek yang banyak melihat dan meneksplorasi, membaca, berdiskusi, tentang bangunan-bangunan yang mempunyai pencitraan yang tinggi, karya desainnya pasti memiliki citra yang tinggi. Sedangkan mahasiswa arsitek yang sedikit melihat lihat dan ber eksplorasi, desainya tidak dapat bercerita banyak dan cenderung meniru apa yang ia lihat.
BTL, BKM , dan semua kebijakan pemerintahan sekarang dinilai tidak bijaksana. Hal ini menjelaskan betul bahwa kelakuan dan kebiasaan aparatur negaranya masih akrab dengan menyuap dan menjilat. Contoh kontrasnya adalah BKM (Bantuan Khusus Mahasiswa). Disaat mahasiswa sedang gencar-gencarnya menyuarakan suara rakyat untuk menurunkan harga BBM, pemerintah tanpa malu-malu menawarkan BKM untuk mereka. Ironis bukan mengingat dananya berasal dari subsidi bahan bakar yang nota bene adalah uang rakyat juga. Ini sama dengan pemerintah menyuap mahasiswa dengan uang rakyat agar tidak membela rakyat.
Terus terang tadinya saya sempat setuju kenaikan BBM dengan alasan untuk menghemat APBN dikarenakan naiknya harga minyak mentah dunia (baca: Sudah Saatnya Kita Melepaskan Subsidi). Namun sekarang saya jadi berpikir, APBN untuk menyelamatkan perekonomian negara, namun bagaimana dengan nasib perekonomian rakyat yang semakin porak poranda?
Selasa, 06 Mei 2008
SUDAH SAATNYA KITA MELEPASKAN SUBSIDI BBM
Memang rasanya enak sekali bicara seperti ini di tengah kehidupan masyarakat dalam kondisi ekonomi parah dan saya sendiri masih menggantungkan diri pada orang tua. Membaca kompas rabu, 7 mei 2008 berjudul teka-teki dan misteri harga BBM oleh A Tony Prasetianto, membuat saya sadar sudah saatnya kita melihat keluar apa yang terjadi di luar sana. Menurutnya kenaikan harga harga BBM dunia disebabkan oleh para hedge fund ( perusahaan investasi yang mengelola dana investor kaya) mulai membeli minyak sebagai investasi, sehingga minyak tidak lagi berfungsi sebagai produksi. Mengenaskan memang jika melihat kondisi Indonesia yang carut marut harga BBMnya disebabkan oleh para spekulan yang mendewakan uang. Lalu bagaimana tindakan kita sebagai masyarakat Indonesia menghadapi saat ini ? Sebenarnya tindakan presiden SBY berorasi di media, mengajak masyarakat untuk berhemat itu sudah tepat sekali, karena itulah yang sebenarnya terjadi. Harga minyak dunia sudah mencapai diatas U$100, bahkan dipekirakan 24 bulan ke depan mencapai U$150-200.
Kenaikan harga BBM tidak bisa dihindari lagi. Sebenarnya saya kasihan dengan pemerintah yang selalu ditentang rakyatnya berdemo untuk menurunkan harga BBM. Dahulu kita boleh berbangga ketika kita menjadi negara berpenghasilan minyak mentah melimpah bahkan sisa (1.6 juta barel tper hari sedangkan kebutuhan 800.000 barel per hari). Keadaan seperti itu membuat pemerintah semakin percaya diri untuk mensubsidi masyarakatnya. Namun sayangnya pemerintah tidak berpikir bahwa kita bukan negara yang individual dengan masyarakat yang homogen dibatasi oleh batas negara. Ditambah lagi populasi yang semakin meningkat, perlakuan dari bangsa asing (spekulan minyak) juga dapat mempengaruhi kehidupan seluruh masyarakat Indonesia. Lalu kita harus bagaimana?
Akibat subsidi tersebut membuat masyarakat sudah terlalu manja dan sangat tergantung. Ditambah lagi media-media yang membuat isu seperti ini menjadi semakin runyam dan mengerikan kelihatannya. Mari bersama-sama kita mengubah "mindset" kita dari meminta menjadi membangun bersama, Jadikan kesulitan negara menjadi semangat kita untuk membangun dan berjuang untuk negara.
Kenaikan harga BBM tidak bisa dihindari lagi. Sebenarnya saya kasihan dengan pemerintah yang selalu ditentang rakyatnya berdemo untuk menurunkan harga BBM. Dahulu kita boleh berbangga ketika kita menjadi negara berpenghasilan minyak mentah melimpah bahkan sisa (1.6 juta barel tper hari sedangkan kebutuhan 800.000 barel per hari). Keadaan seperti itu membuat pemerintah semakin percaya diri untuk mensubsidi masyarakatnya. Namun sayangnya pemerintah tidak berpikir bahwa kita bukan negara yang individual dengan masyarakat yang homogen dibatasi oleh batas negara. Ditambah lagi populasi yang semakin meningkat, perlakuan dari bangsa asing (spekulan minyak) juga dapat mempengaruhi kehidupan seluruh masyarakat Indonesia. Lalu kita harus bagaimana?
Akibat subsidi tersebut membuat masyarakat sudah terlalu manja dan sangat tergantung. Ditambah lagi media-media yang membuat isu seperti ini menjadi semakin runyam dan mengerikan kelihatannya. Mari bersama-sama kita mengubah "mindset" kita dari meminta menjadi membangun bersama, Jadikan kesulitan negara menjadi semangat kita untuk membangun dan berjuang untuk negara.
Langganan:
Postingan (Atom)